Sains dalam Al-Qur’an, Kegelapan di Laut Dalam
FathulGhofur.com. Lautan dan samudera pada umumnya ditutupi oleh tumpukan awan tebal yang menghalangi masuknya sebagian besar sinar matahari. Hal ini sebagaimana terungkap oleh foto yang berhasil diambil oleh beberapa satelit.
Tumpukan awan tebal itu kemudian memantulkan sinar matahari dan mencegah sebagian besar cahaya matahari masuk ke lautan. Adapun cahaya yang berhasil masuk ke laut, sebagian akan dipantulkan oleh air laut dan sebagian lain akan diserap olehnya.
Cahaya yang masuk ke laut itu akan berkurang sedikit demi sedikit seiring dengan bertambahnya kedalaman air. Inilah yang dijelaskan oleh Encyclopaedia Britannica.
Baca Juga :
– Bandara Kertajati Sah Jadi Embarkasi / Debarkasi Haji
– Kemenag Cabut Izin 11 Penyelenggara Umrah
– Populasi Muslim di Inggris Meningkat Tajam
Dalam bukunya yang berjudul Marine Optics, Nils Gunnar Jerlov menyatakan bahwa pada kedalaman 35 meter, tingkat pencahayaan air laut yang terbuka bisa turun hingga mencapai 10 persen dari cahaya yang ada di permukaan. Pada kedalaman 85 meter mencapai 1 persen, pada kedalaman 135 meter mencapai 0,1 persen, dan pada kedalaman 190 meter mencapai 0,01 persen.
Kegelapan di dalam laut semakin pekat pada kedalaman melebihi 1.000 meter sehingga jika seseorang menjulurkan tangannya, ia takkan bisa melihat tangannya itu.
Fenomena ilmiah yang mengagumkan ini telah disebutkan Al-Qur’an yang diturunkan kepada orang-orang Arab di gurun yang tidak mengenal berenang dan tidak pula mengenal lautan dan samudera.

Allah Ta’ala Berfiman :
“Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya, dia hampir tidak dapat melihatnya. Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS An-Nur: 40).
Ayat di atas selaras dengan fakta-fakta ilmiah terdahulu bahwa di atas laut yang dalam pada umumnya terdapat tumpukan awan. Firman-Nya, “Au kazulumatin (atau seperti gelap gulita),” menunjukkan kondisi tidak bisa melihat, dan hal ini dikuatkan lagi dengan frasa berikutnya, “fi bahrin lujjiyyin (di lautan yang dalam dan gelap)”. Kata lujjiyyun sendiri berarti sangat gelap dan dalam.
Ikan-ikan pada kedalaman yang sangat ekstrem ini tidak memiliki indra penglihatan, tapi mereka dibekali dengan cahaya biologis (untuk mengetahui sekeliling), sebagaimana dijelaskan oleh Encyclopaedia Britannica.
Inilah salah satu sisi penafsiran dari firman-Nya, “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.” Jadi, ikan-ikan itu mampu bergerak dan mencari mangsa disebabkan anggota tubuh mereka yang bercahaya.
Dasar laut yang miring berubah warnanya secara bertahap menuju warna biru, hingga warna itu menghilang sama sekali seiring dengan bertambahnya kedalaman. Hal ini sebagaimana spektrum warna cahaya yang berbanding terbalik dengan bertambahnya kedalaman di mana semakin bertambah kedalaman laut, semakin pudarlah spektrum warna cahaya hingga tidak terlihat.
Oleh karena itulah, Allah menggunakan redaksi zulumat (kegelapan-kegelapan), bukan zulumah (kegelapan tunggal). Dia menyebutnya “Kegelapan yang berlapis-lapis.”
Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah, karya Dr. Nadiah Thayyarah.