Penyesalan Sya’ban RA Saat Sakaratul Maut
FathulGhofur.com. Alkisah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Sya’ban RA. Beliau adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat-sahabat yang lain.
Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu tiap masuk masjid sebelum shalat berjamaah diawali senantiasa beritikaf di pojok depan masjid. Beliau mengambil posisi di pojok bukan supaya mudah senderan atau tidur, akan tetapi dia tidak mau mengganggu orang lain dan tidak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.
Baca Juga:
– Lafadz Niat Mandi Wajib, Arab, Latin dan Artinya
– Doa Memohon Kemudahan Segala Urusan
– Megahnya Masjid Kul Sharif di Kazan, Rusia
Kebiasaan ini telah dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam, bahwa Sya’ban RA senantiasa Ada di posisi tersebut termasuk waktu shalat berjamaah.
Suatu pagi waktu sholat subuh berjamaah akan diawali Rasulullah SAW mendapati bahwa Sya’ban RA tidak Ada di posisinya seperti biasa. Rasulullah SAW pun menanyakan untuk jamaah yang datang apakah ada yang menyaksikan Sya’ban RA. Akan tetapi tidak seorangpun jamaah yang menyaksikan Sya’ban RA.
Sholat subuhpun ditunda sejenak untuk menanti kehadiran Sya’ban RA. Akan tetapi yang ditunggu belum juga Hadir. Kuatir shalat subuh kesiangan, Rasulullah SAW mengambil keputusan untuk melakukan shalat subuh berjamaah.
Selesai sholat subuh, Rasulullah SAW menanyakan apa ada yang mengetahui berita dari Sya’ban RA. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang menjawab. Rasulullah SAW menanyakan lagi apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban RA.
Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan menjelaskan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban RA. Rasulullah SAW yang kuatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumah Sya’ban RA.
Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Rasulullah SAW dan iring-iringan sebelum sampai ke rumah yang dimaksud. Iring-iringan Rasulullah SAW sampai ke sana waktu afdol untuk sholat dhuha ( kira-kira 3 jam perjalanan).
Sampai di depan rumah tersebut Rasulullah SAW mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang perempuan seraya membalas salam tersebut.
“Benarkah ini rumah Sya’ban RA?” Rasulullah SAW menanyakan. “Ya benar, saya istrinya” jawab perempuan tersebut.
“Bolehkah kami menjumpai Sya’ban RA, yang tadi tidak datang waktu shalat subuh di masjid?” .
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab: “ Beliau sudah meninggal tadi pagi”
InnaliLahi wainna ilaihirojiun…SubhanalLah, satu- satunya penyebab dia tidak shalat subuh berjamaah ialah sebab ajal telah menjemputnya.
Kemudian istri Sya’ban menanyakan kepada Rasulullah SAW “ Ya Rasul ada sesuatu yang jadi tanda pertanyaan bagi kami seluruh, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak 3 kali dengan masing –masing teriakan disertai 1 kalimat. Kami tidak paham apa maksudnya”.
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah SAW.
Di masing – masing teriakannya dia berucap kalimat:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “
“ Aduuuh kenapa tidak seluruh……”
Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang Ada dalam Surat Qaaf (50) ayat 22
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
Artinya: “ Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. “
Waktu Sya’ban RA dalam kondisi Sakaratul Maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan cuma itu, seluruh ganjaran dari perbuatannya dipertunjukkan oleh Allah SWT.
Apa yang dilihat oleh Sya’ban RA (dan orang yang sakratul maut) tidak dapat disaksikan oleh yang lain. Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban RA menyaksikan suatu adegan dimana kesehariannya dia berangkat pulang ke masjid untuk shalat berjamaah 5 waktu.
Perjalanan kisaran 3 jam jalan kaki telah tentu bukanlah jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA dipertunjukkan pahala yang diperolehnya dari langkah – langkah nya ke masjid.
Dia menyaksikan seperti apa bentuk Surga ganjarannya. Waktu menyaksikan itu dia berucap:
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban RA, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan Surga yang didapatkan lebih indah.
Dalam penggalan selanjutnya Sya’ban RA menyaksikan waktu ia akan berangkat shalat berjamaah di musim dingin.
Waktu ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil 1 baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia menggunakan 2 buah baju.
Cerita Sahabat Rasulullah SAW Sya’ban RA
Sya’ban RA sengaja menggunakan pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar. Pikirnya kalau kena debu, tentu yang kena hanyalah baju yang luar, sampai di masjid dia dapat membuka baju luar dan solat dengan baju yang lebih bagus.
Dalam perjalanan ke tengah masjid dia menemukan seseorang yang terbaring kedinginan dalam keadaan yang mengenaskan. Sya’ban RA pun iba , lalu cepat membuka baju yang paling luar dan dipakaikan untuk orang tersebut dan memapahnya untuk berbarengan ke masjid melaksanakan shalat berjamaah. Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melaksanakan shalat berjamaah.
Sya’ban RA pun lantas menyaksikan indahnya Surga yang selaku Pembalasan memakaikan baju bututnya untuk orang tersebut.
Lantas dia berteriak lagi :
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “
Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban RA. Kalau dengan baju butut saja dapat mengantarkannya memperoleh pahala yang begitu besar, telah tentu ia akan memperoleh yang lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yang baru.
Selanjutnya Sya’ban RA menyaksikan lagi suatu adegan waktu dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu.
Saat baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti sebab telah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Menyaksikan hal tersebut , Sya’ban RA merasa iba .
Ia lantas membagi 2 roti itu sama besar, seperti ini pula segelas susu itu pun dibagi 2. Lantas mereka makan berbarengan sama roti itu yang sebelumnya dicelupkan susu, dengan porsi yang sama.
Allah SWT lantas memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dengan Surga yang indah. Untuk menyaksikan itu diapun berteriak lagi:
“ Aduuuh kenapa tidak seluruh……”
Sya’ban RA kembali menyesal. Seandainya dia memberikan seluruh roti itu untuk pengemis tersebut tentulah dia akan memperoleh Surga yang lebih indah. Masya Allah,
Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal. Sesungguhnya seluruh kita nanti pada waktu Sakaratul Maut akan menyesal tentu dengan kadar yang tak sama, bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya sebab pada waktu itu barulah tampak dengan terang konsekuensi dari seluruh perbuatannya di dunia.
Mereka meminta untuk ditunda sesaat sebab ingin bersedekah. Akan tetapi kematian akan Hadir pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan
Sering sekali kita mendengar ungkapan berikut :
“ Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam”
“ Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sejauh malam”
“ 2 rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya”
Akan tetapi lihatlah masjid tetap saja lengang dan terasa longgar. Seakan kita tidak percaya untuk janji Allah SWT.
Kenapa seperti ini? Sebab apa yang dijanjikan Allah SWT itu tidak tampak oleh mata kita pada situasi normal. Mata kita tertutupi oleh suatu hijab. Sebab tidak tampak, maka yang berperan ialah iman dan keyakinan bahwa janji Allah SWT tidak pernah meleset.
Allah SWT akan membuka hijab itu pada saatnya. Waktu nafas telah sampai ditenggorokan. Sya’ban RA sudah menginspirasi kita bagaimana semestinya menyikapi janji Allah SWT tersebut.
Akan tetapi ternyata dia tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal. Akan tetapi penyesalannya bukanlah sia-sia. Penyesalannya sebab tidak melaksanakan kebaikan dengan optimal. Mudah-mudahan cerita singkat ini berguna bagi kita seluruh dalam mengarungi sisa waktu yang diberikan Allah SWT untuk kita.
Mari kita berdo’a semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk melaksanakan ibadah semaksimal mungkin, bahkan kalau mampu harus lebih baik dari pada apa yang dilaksanakan oleh Sya’ban RA. [dutaislam/ka]