Memberi Zakat Kepada Orang Yang Tidak Sholat
Ada yang bertanya, bagaimana jika orang yang berhak menerima zakat tersebut malas dan suka meninggalkan sholat? Apakah orang tersebut masih berhak menerima zakat?

Pertanyaan serupa juga pernah diajukan kepada Imam An-Nawawi. Dalam kitabnya Fatawa An-Nawawi ia menjelaskan sebagai berikut.
إن كان بالغا تاركا للصلاة، واستمر على ذلك إلى حين دفع الزكاة لم يجز دفعها إليه، لأنه محجور عليه بالسفه فلا يصح قبضه، ولكن يجوز دفعها إلى وليه فيقبضها لهذا السفيه، وإن كان بلغ مصليا رشيدا، ثم طرأ ترك الصلاة ولم يحجر القاضي عليه جاز دفعها إليه، وصح قبضه لنفسه، كما تصح جميع تصرفاته
Artinya, “Bila seseorang sudah baligh dan tidak mengerjakan shalat, kemudian kondisi ini terus berlanjut sampai penyerahan zakat, maka tidak boleh memberikan zakat kepadanya. Ia termasuk kategori orang yang hartanya ditahan (dikontrol), karena masih bodoh (belum pandai memanfaatkan hartanya) dan tidak diperbolehkan memegang uang sendiri. Namun diperbolehkan memberikan zakat kepada walinya dan memegang pemberian zakat tersebut.
Baca Juga :
– PM Muhyiddin Yassin Lockdown Seluruh Malaysia Karena Virus Corona
– Masjid Tuanku Mizan Zainal Abidin (Masjid Besi) Putrajaya Malaysia
– Masjid Al-Aqsa Palestina Ditutup Hindari Penyebaran Virus Corona
Lain halnya dengan orang baligh, berakal, dan sudah shalat, kemudian tiba-tiba tidak mengerjakan shalat dan qadhi tidak menahan hartanya, maka diperbolehkan membayar zakat kepada golongan ini. Ia juga berhak untuk memegang uangnya sendiri dan seluruh bentuk tasharruf-nya (tindakan ekonomi) sah.”
Menurut An-Nawawi, terdapat dua kategori orang yang tidak shalat.
1. Orang yang tidak mengerjakan shalat karena akalnya belum terlalu matang (safih) dan belum mampu membelanjakan hartanya layaknya orang dewasa pada umumnya
2. Orang yang meninggalkan shalat karena malas, namun akalnya sudah matang dan mampu membelanjakan hartanya secara mandiri dan tidak mubadzir.
Untuk tipikal pertama tidak dibolehkan memberikan zakat kepadanya, karena dia tidak mampu menggunakan harta secara baik. Kalaupun tetap berkeinginan untuk berzakat kepadanya, serahkan kepada walinya atau orang yang mengontrol hartanya. Statusnya disamakan dengan anak kecil dan orang gila.
Sementara tipikal kedua diperbolehkan memberikan zakat kepadanya, sebab dia sudah mampu mandiri menggunakan harta.
Berdasarkan penjelasan ini, yang menjadi perhatian utama pada saat membayar zakat ialah sejauh mana mustahiq mampu dan mandiri menggunakan harta yang diberikan.
Kalau bisa, pastikan bahwa zakat yang diberikan digunakan sebaik-baiknya dan tidak diboroskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Wallahu A’lam Bish-Shawab